pengunjung

Kamis, 01 Agustus 2024

MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF

      MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF
CGP REKOGNISI ANGKATAN 11  KELAS 4 

BPGP JAWA TUMUR
 Oleh :MIFTAKUL HUDA

Menciptakan budaya positif disekolah yang berpihak kepada murid tidak luput dari peran kita sebagai pendidik. Seperti yang kita ketahui, guru memiliki peran untuk menuntun kodrat yang ada pada anak agar anak menjadi manusia yang selamat dan bahagia. Untuk itu, perlu adanya perubahan – perubahan yang perlu kita lakukan sebagai tindak lanjut dari penerapan merdeka belajar. 


Perubahan Paradigma

Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) menyatakan, “bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap dan prilaku anda. Namun jika kita ingin merubah cara-cara utama kita, maka kita perlu merubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana anda melihat dunia, bagaimana anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek- aspek tertentu tentang realitas.”

Membuat perubahan yang dimulai dari hal yang mendasari kita melakukan sesuatu itu penting. Untuk menciptakan budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid, tentunya hal ini diawali dengan merubah cara pandang kita akan murid itu sendiri. Salah satunya dengan penerapan disiplin. Disiplin erat kaitannya dengan teori kontrol yang di gunakan guru ketika menghadapi murid. Berikut miskonsepsi tentang teori kontrol

Ilusi Mengontrol Murid

Ilusi  Bahwa Kritik dan Membuat rasa bersalah mampu menguatkan karakter

Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat

Ilusi bahwa orang dewasa berhak memaksas


Disiplin Positif

Dari gambar diatas, Jika kita diberi pilihan, manakah yang memiliki makna disiplin positif? Tentunya kita akan memilih angka 2 kan? tetapi, pada praktiknya, kita secara tidak sadar memaknai disiplin itu adalah sebuah usaha untuk mendapatkan kepatuhan terhadap suatu peraturan. Oleh karena itu, sebagai pendidik, guru harus mengerti konsep dari Diane Grossen, 2001, yang menyatakan bahwa disiplin adalah usaha untuk mengontrol diri dalam memilih tindakan yang berdasar pada nilai-nilai yang kita hargai.

Motivasi Prilaku Manusia

Motivasi yang baik berasal dari diri dalam diri kita agar tindakan yang kita ambil sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi, seringkali kita melakukan sesuatu karena menginginkan penghargaan dari orang lain atau untuk menghindari sebuah hukuman. Berikut tiga motivasi prilaku manusia.



Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia

Mengetahui kebutuhan dasar manusia menjadi penting bagi guru untuk dapat menciptakan budaya positif di sekolah.  Ada 5 kebutuhan dasar manusia menurut Dr. William Glasser dalam bukunya, “Choice Theory”.

Dari gambar tersebut kita tahu bahwa murid melakukan tindakan karena ada hal yang mendasarinya. Nah tindakan yang negatif dari murid mungkin adalah bentuk kegagalan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara positif. Oleh sebab itu, guru memiliki peran untuk dapat menuntun prilaku murid agar tidak melakukan hal yang negatif.



Posisi Kontrol Guru

Untuk menghadapi murid yang melakukan hal negatif demi memenuhi kebutuhan dasar mereka, guru perlu memahami posisi kontrol yang akan mereka gunakan. Diane Gossen, dalam bukunya Restitution-Restructuring school diciplline (1998) menyimpulkan bahwa ada lima posisi kontrol guru yang dapat digunakan dalam melakukan kontrol. 

Dari gambar diatas kita dapat menyimpulkan bahwa posisi sebagai manajerlah yang sebaiknya kita gunakan dalam menghadapi murid. Guru yang memposisikan diri sebagai seorang manajer hendaknya mengerti bahwa fokus masalah ada pada murid itu sendiri. Guru hendaknya membuat murid bertanggungjawab dan mencari solusi atas masalah yang mereka lakukan. Tujuannya adalah untuk menuntun murid mengevaluasi tindakan mereka agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Keyakinan Kelas 

Menerapkan keyakinan kelas di sekolah kita juga merupakan upaya untuk menciptakan kebiasaan yang baik di lingkungan sekolah agar dapat mewujudkan pembelajarn yang berpihak pada murid di sekolah. Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebaikan yang murid yakini yang dapat diterapkan di kelas. Keyakinan murid akan suatu nilai inilah yang digunakan untuk mengontrol mereka sendiri agar lebih bertanggungjawab dan dapat menguatkan karakter mereka. 


Segitiga Restitusi

 

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Artinya, restitusi adalah tindakan yang digunakan guru untuk membuat murid memperbaiki kesalahan mereka dengan cara mereka sendiri, yang tentunya ini berdampak pada perubahan prilaku yang lebih baik lagi. 

Tindakan ini tentunya dapat membuat murid kembali meyakini nilai-nilai kebaikan yang mereka yakini sebelumnya. Guru mengarahkan fokus permasalahan pada solusi bukan pada kesalahannya. Guru yang menerapkan restitusi ini mengarahkan siswa untuk belajar dari kesalahan yang mereka lakukan. Ada upaya untuk menebus kesalahan tersebut agar tidak terulang lagi di kemudian hari, tetapi ini merupakan inisiatif murid sendiri. 

Selanjutnya Gossen (2001) menyatakan ada tiga tahapan yang dapat digunakan dalam restitusi. Tahapan ini dinamakan segitiga restitusi. Yang pertama adalah Menstabilkan Identitas, yang kedua validasi tindakan yang salah, dan yang ketiga adalah menanyakan keyakinan.

Menciptakan budaya positif yang berpihak pada murid menjadi mudah diterapkan di lingkungan sekolah jika adanya kolaborasi antar warga sekolah itu sendiri. Mulailah dari diri sendiri kemudian berusaha memotivasi orang lain untuk bergerak menciptakan suasana yang nyaman, aman, dan menyenyenangkan.

 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar