MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF
CGP REKOGNISI ANGKATAN 11 KELAS 4
BPGP JAWA TUMUR
Oleh :MIFTAKUL
HUDA
Perubahan Paradigma
Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership,
1991) menyatakan, “bila
kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap dan
prilaku anda. Namun jika kita ingin merubah cara-cara utama kita, maka kita
perlu merubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana anda melihat dunia,
bagaimana anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma anda, skema
pemahaman dan penjelasan aspek- aspek tertentu tentang realitas.”
Membuat perubahan yang dimulai dari hal yang mendasari
kita melakukan sesuatu itu penting. Untuk menciptakan budaya positif di sekolah
yang berpihak pada murid, tentunya hal ini diawali dengan merubah cara pandang
kita akan murid itu sendiri. Salah satunya dengan penerapan disiplin. Disiplin
erat kaitannya dengan teori kontrol yang di gunakan guru ketika menghadapi
murid. Berikut miskonsepsi tentang teori kontrol
Ilusi Mengontrol Murid |
Ilusi Bahwa
Kritik dan Membuat rasa bersalah mampu menguatkan karakter |
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan
bermanfaat |
Ilusi bahwa orang dewasa berhak memaksas |
Motivasi Prilaku Manusia
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Mengetahui kebutuhan dasar manusia menjadi penting bagi guru untuk dapat menciptakan budaya positif di sekolah. Ada 5 kebutuhan dasar manusia menurut Dr. William Glasser dalam bukunya, “Choice Theory”.
Dari gambar tersebut kita tahu bahwa murid melakukan tindakan karena ada hal yang mendasarinya. Nah tindakan yang negatif dari murid mungkin adalah bentuk kegagalan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara positif. Oleh sebab itu, guru memiliki peran untuk dapat menuntun prilaku murid agar tidak melakukan hal yang negatif.
Posisi Kontrol Guru
Untuk menghadapi murid yang melakukan hal negatif demi
memenuhi kebutuhan dasar mereka, guru perlu memahami posisi kontrol yang akan
mereka gunakan. Diane Gossen, dalam bukunya Restitution-Restructuring
school diciplline (1998) menyimpulkan bahwa ada lima posisi kontrol
guru yang dapat digunakan dalam melakukan kontrol.
Dari gambar diatas kita dapat menyimpulkan bahwa posisi sebagai manajerlah yang sebaiknya kita gunakan dalam menghadapi murid. Guru yang memposisikan diri sebagai seorang manajer hendaknya mengerti bahwa fokus masalah ada pada murid itu sendiri. Guru hendaknya membuat murid bertanggungjawab dan mencari solusi atas masalah yang mereka lakukan. Tujuannya adalah untuk menuntun murid mengevaluasi tindakan mereka agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Keyakinan Kelas
Menerapkan keyakinan kelas di sekolah kita juga merupakan
upaya untuk menciptakan kebiasaan yang baik di lingkungan sekolah agar dapat
mewujudkan pembelajarn yang berpihak pada murid di sekolah. Keyakinan kelas
merupakan nilai-nilai kebaikan yang murid yakini yang dapat diterapkan di
kelas. Keyakinan murid akan suatu nilai inilah yang digunakan untuk mengontrol
mereka sendiri agar lebih bertanggungjawab dan dapat menguatkan karakter
mereka.
Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid
untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali ke kelompok
mereka dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Artinya, restitusi adalah tindakan yang digunakan guru
untuk membuat murid memperbaiki kesalahan mereka dengan cara mereka sendiri,
yang tentunya ini berdampak pada perubahan prilaku yang lebih baik lagi.
Tindakan ini tentunya dapat membuat murid kembali
meyakini nilai-nilai kebaikan yang mereka yakini sebelumnya. Guru mengarahkan
fokus permasalahan pada solusi bukan pada kesalahannya. Guru yang menerapkan
restitusi ini mengarahkan siswa untuk belajar dari kesalahan yang mereka
lakukan. Ada upaya untuk menebus kesalahan tersebut agar tidak terulang lagi di
kemudian hari, tetapi ini merupakan inisiatif murid sendiri.
Selanjutnya Gossen (2001) menyatakan ada tiga tahapan
yang dapat digunakan dalam restitusi. Tahapan ini dinamakan segitiga restitusi.
Yang pertama adalah Menstabilkan Identitas, yang kedua validasi tindakan yang
salah, dan yang ketiga adalah menanyakan keyakinan.
Menciptakan budaya positif yang berpihak
pada murid menjadi mudah diterapkan di lingkungan sekolah jika adanya
kolaborasi antar warga sekolah itu sendiri. Mulailah dari diri sendiri kemudian
berusaha memotivasi orang lain untuk bergerak menciptakan suasana yang nyaman,
aman, dan menyenyenangkan.