pengunjung

Minggu, 18 September 2022

SELAMAT TINGGAL KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

 Assalamu alaikum wr wb

Sobat guru semua kali ini penulis akan mengajak bapak ibu guru untuk sedikit mencari apa bedanya kurikulum merdeka dengan kurikulum sebelumnya.  Dan masih kita sering jumpai dalam pertemuan bapak ibu guru bahasan yang di sampaikan masih mempersiapkan soal akhir semester , tenggah semester  dan soal ulangan harian Mari kita ikuti mulai paparan mas menteri

Dalam paparannya, Mas Menteri Nadiem Makarim menyebut Kurikulum Merdeka menjadi salah satu alternatif mengatasi krisis belajar akibat ketertinggalan pembelajaran (learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gap) yang diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Dalam praktiknya, satuan pendidikan tidak harus menerapkan Kurikulum Merdeka secara langsung. Namun dapat memilih satu dari tiga alternatif kurikulum: Kurikulum 2013 secara utuh, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka. Dalam melaksanakan kurikulum merdeka  di berikan tiga pilihan  Mandiri , Mandiri berubah dan mandiri berbagi.

Pemilihan kurikulum ini disesuaikan dengan karakteristik siswa, kekhasan, serta kesiapan tingkat satuan pendidikan. Yang menjadi pembeda dari Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya adalah kriteria ketuntasan minimal (KKM) tidak lagi digunakan.

3 alasan KKM tidak relevan Selama ini KKM menjadi momok para guru di tingkat satuan pendidikan. Mereka dengan setengah hati memberikan angka, yang sebenarnya ia sendiri tidak begitu memahami dari mana angka batas minimum tersebut didapatkan. Karena ketercapaian pembelajaran adalah domain guru yang bersangkutan, maka ketuntasan peserta didik haruslah dikembalikan kepada guru, karena guru yang lebih mengetahui siswa dan karakteristik pendukung pembelajaran. Guru harus diberikan keleluasaan untuk mengukur tingkat ketercapaian pembelajaran berdasarkan tujuan pembelajarannya. Baca juga: Kurikulum Merdeka, Mendikbud Ristek: Alat Atasi Krisis Pembelajaran KKM dapat didefinisikan sebagai ukuran seorang siswa yang telah menguasai kompetensi secara tuntas. Jika KKM adalah batas lulus, maka seharusnya KKM ditentukan oleh guru dan satuan pendidikan bukan mengacu pada KKM pada level nasional misalnya 75. Dengan demikian, KKM sudah saatnya ditinggalkan dengan beberapa alasan:

 1. KKM melahirkan angka bukan sebenarnya Sebagai seorang guru yang telah mengajar sejak 1999, saya merasakan betul bahwa fenomena seperti ini benar-benar terjadi. Bahkan saya sering mencuri dengar dari obrolan para siswa terkait program remedial yang sering dijadikan formalitas mengkatrol nilai KKM. Saya yakin, sesama guru yang membaca tulisan ini juga mempunyai kesan yang mirip terhadap KKM. Remedial dan KKM secara tidak langsung mempengaruhi semangat siswa. Siswa tidak mempunyai etos kerja tinggi karena toh nanti jika nilai mereka rendah, akan dijamin minimal sebatas KKM setelah mengikuti remedial. KKM semu ini juga dilatar balakangi, karena kekhawatiran jika terlalu banyak siswa yang tidak memperoleh nilai sesuai KKM, maka sekolah akan mendapat akreditasi rendah ke depannya.

 2. KKM menggerogoti idealisme “Ya sudah, apa boleh buat, kita naikkan saja jadi 75.” Begitulah kalimat-kalimat yang sering bermunculan ketika rapat kenaikan kelas. Sejatinya guru sudah memberikan nilai sesuai dengan hasil yang dicapai oleh siswa tertentu. Tetapi pada rapat kenaikan kelas, atas pertimbangan tertentu maka angka rendah tersebut disepakati untuk dikatrol. Untuk diketahui, jika ada empat mata pelajaran yang tidak tuntas atau di bawah nilai KKM, maka siswa tersebut tidak dapat naik kelas. Memang dilematis urusan KKM ini. Pada beberapa kasus, sekolah memaksakan diri untuk mematok nilai KKM yang tinggi untuk gengsi dan prestise. Padahal dari segi resources, intake, infrastruktur, dan guru belum begitu mendukung. Alasan utama tentu untuk nama baik sekolah, dan untuk membantu nilai agar mencukupi penghitungan kelulusan di akhir jenjang pendidikan.

3. KKM menciptakan kebanggan semu Siswa, orang tua, dan guru terkesan bangga dengan angka-angka raport siswa tinggi. Sangat berbeda pada era pendidikan dahulu, di mana nilai raport lebih bervariasi karena ada warna merahnya. Namun sekarang, sangat jarang dijumpai nilai rapor yang berangka 50, bahkan 60 sekalipun. Nilai KKM yang terkesan dipaksakan oleh tingkat satuan pendidikan tentu berpengaruh buruk bagi proses belajar mengajar. Guru tidak memperoleh kemerdekaan mengajar karena harus mengejar target KKM dengan berbagai cara. Baca juga: Apa Itu Kurikulum Merdeka? Begini Penjelasan Lengkapnya Siswapun merasa terbebani, karena belajar tidak mendapatkan dukungan untuk penguasaan kompetensi yang menjadi hak mereka. Terkadang siswa juga tidak memahami apa manfaat yang mereka pelajari. Mereka mengejar konten, bukan mengejar kompetensi. Memang betul di satu sisi, orang tua dan siswa menjadi bangga dengan nilai-nilai pada raport mereka. Namun di sisi lain, angka-angka yang mereka dapatkan hanyalah semu, karena tidak merepresentasikan penguasaan konten yang mereka pelajari. Lalu bagaimana? Dari beberapa alasan di atas, maka sudah saatnya kita mengatakan sayonara untuk KKM.

 Jika selama ini satuan pendidikan cenderung lebih mengutamakan assessment of learning (asesmen yang dilakukan pada akhir semester) melalui ujian akhir atau ujian tengah semester. Ke depan assessment as learning (penilaian sesaat setelah pelajaran selesai) dan assessment for learning (asesmen dalam bentuk penilaian ulang, perbaikan nilai, atau remedial) harus juga menjadi prioritas utama. Penilaian formatif dan sumatif bentuknya bisa lebih fleksibel misalnya bisa dalam bentuk pameran, poster, esai, refleksi, atau kreasi lain disesuaikan dengan keunikan satuan pendidikan. Guru pun dapat melakukan penilaian dalam bentuk narasi atau kategori, misalnya berkembang, layak, cakap, mahir, dan lainnya.

 Guru menjadi benar-benar tahu, apakah tujuan pembelajaran dari setiap materi sudah tercapai atau belum. Guru bukan lagi menitikberaktan pada nilai namun, lebih diarahkan untuk menitikberaktan pada proses. Baca juga: Khusus SMA, Ini Bedanya Kurikulum Merdeka dan Kurikulum Sebelumnya Tantangan berikutnya adalah, bagaimana memberikan penguatan kemampuan guru sehingga dapat mengubah paradigma dari mengajar berbasis angka, menuju mengajar berbasis proses. Selamat datang Kurikulum Merdeka dan selamat tinggal KKM. Mari kita menyongsong pendidikan yang lebih baik.  

uberiKompas.com   https://www.kompas.com/edu/read/2022/02/15/115152771/selamat-datang-kurikulum-merdeka-sayonara-kkm?page=all

Minggu, 11 September 2022

SDN BAURENO 3 Mencoba Go Internasional Lewat SEAMEO Schools’ Network

 

Sejak 2015 s.d. saat ini sudah bergabung 1792 institusi pendidikan dari dalam dan luar Asia Tenggara dan sebanyak 735 institusi berasal dari Indonesia. Dan salah satu dari 735 tersebut adalah SDN Baureno 3 Bojonegoro

Dilansir dari website resminya, tujuan dari SEAMEO Schools’ Network adalah untuk:

Untuk meningkatkan kapasitas pemimpin pendidikan, administrator, guru dan siswa melalui program pengembangan kapasitas dan kontribusi lainnya dari 24 Pusat Regional SEAMEO, pemangku kepentingan SEAMEO, dan mitra.

Mengembangkan kemitraan dan platform jejaring antar institusi pendidikan di seluruh komunitas Asia Tenggara.

Institusi yang berpartisipasi akan mendapatkan kesempatan unik dan bermanfaat untuk berpartisipasi dalam pengembangan kapasitas dan program pendidikan inovatif berikut, yang dirancang dan dilaksanakan oleh 24 Pusat Regional SEAMEO dan mitra SEAMEO.


Peluang untuk program pengembangan kelembagaan

Undangan untuk mengikuti program regional SEAMEO seperti: Program Pengembangan Gizi Sekolah; Program Fit Sekolah SEAMEO; Program Promosi Kesehatan; Pembelajaran Digital di Asia Tenggara; dan Internasionalisasi dan Harmonisasi TVET di Asia Tenggara.

Undangan untuk berpartisipasi dalam kompetisi regional dan skema penghargaan SEAMEO.

Peluang bagi pemimpin dan program pengembangan guru

Undangan untuk mengikuti kursus pelatihan, lokakarya, dan seminar yang mencakup berbagai topik pengembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh SEAMEO Regional Centres.

Undangan untuk berpartisipasi dalam berbagai rangkaian kuliah online dan kursus pelatihan yang ditujukan untuk pengembangan kapasitas bagi administrator sekolah dan guru.

Peluang untuk menerima materi pembelajaran yang dihasilkan oleh SEAMEO Regional Center dan mitra SEAMEO.

Peluang untuk program pengembangan siswa

Undangan untuk berpartisipasi dalam kompetisi regional SEAMEO dan skema penghargaan untuk siswa.

Undangan untuk mengikuti kursus pelatihan online dan seluler yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 bagi siswa.

Peluang untuk menerima berita tentang kegiatan dan program SEAMEO Centers

Institusi dalam jaringan akan menerima informasi tentang program SEAMEO yang sedang berlangsung, kursus pelatihan dan kegiatan yang mencakup berbagai topik dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya di wilayah tersebut.

Peluang untuk mengembangkan kemitraan, pertukaran guru dan siswa, dan berbagi praktik yang baik dengan lembaga pendidikan lainnya.

Jaringan ini akan memberikan kesempatan unik kepada lembaga yang berpartisipasi untuk berbagi informasi tentang bidang kemitraan yang diminta dan rincian kontak untuk memfasilitasi kemitraan dan kolaborasi yang lebih besar di seluruh negara Asia Tenggara.

Platform komunikasi kelompok melalui platform on-line akan dikembangkan untuk membantu pertukaran informasi dan kemitraan.

Semoga dengan ini, SDN Baureno 3  Bojonegoro  mampu mengantarkan kepala sekolah ,Guru dan  siswa-siswinya untuk go internasional.

Sumber : https://www.seameo.org/Main_programme/170

Minggu, 04 September 2022

Pembelajaran Berdiferensiasi

 

Apa itu Pembelajaran Berdiferensiasi?

Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan murid yang berbeda-beda. Guru pada hakikatnya perlu melakukan pembelajaran berdiferensiasi mengingat betapa heterogennya siswa yang ada di kelas. Strategi Pembelajaran berdiferensiasi yang dapat diterapkan oleh guru antara lain Diferensiasi berdasarkan :

Konten

Proses

Produk.

Diferensiasi Konten : Berkaiatan dengan apa yang diajarkan pada murid dengan mempertimbangkan pemetaan kebutuhan belajar murid baik itu dalam aspek kesiapan belajar, aspek minat murid dan aspek profil belajar murid atau kombinasi dari ketiganya.

Diferensiasi Proses : Berkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan oleh Guru. Dalam proses ini guru perlu memahami apakah murid akan belajar secara berkelompok atau mandiri.

Diferensiasi Produk :  Berkaitan dengan Produk yang akan di hasilkan oleh siswa. Produk yang dimaksud di sini merupakan hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukan pada guru. Produk adalah sesuatu yang ada wujudnya bisa berbentuk karangan, tulisan, hasil tes, pertunjukan, presentasi, pidato, rekaman, diagram, dan sebagainya. Yang paling penting produk ini harus mencerminkan pemahaman murid yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan

Kebutuhan Belajar Siswa

Berdasarkan Minatnya, Kebutuhan belajar siswa dapat digolongkan menjadi :

Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat Siswa

Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness) Siswa

Berdasarkan Profil Belajar Siswa

Diagram Frayer Untuk Pembelajaran Berdiferensiasi



Definisinya : Pembelajaran yang dirancang berdasarkan minat,  Profil Belajar dan kesiapan belajar siswa

Ciri – Ciri : Memiliki Pendekatan yang berbeda antara murid yang satu dengan lainnya berdasarkan Minat, Profil Belajar dan Kesiapan Belajar, Memiliki Proses yang berbeda dan Menghasilkan Produk yang berbeda

Contoh : Pembelajaran yang menghasilkan Produk yang berbeda sesuai dengan pendekatan Minat dan Gaya Belajar Murid serta Murid dibagi atas beberapa kelompok berdasarkan kebutuhan belajarnya..

Kesimpulan

Pembelajaran berdiferensiasi (differentiated instruction) merupakan sebuah proses untuk pengajaran yang efektif dengan memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru untuk semua siswa dalam komunitas ruang kelasnya. Pembelajaran ini dilakukan dengan beraneka ragam, termasuk cara untuk :

Mendapatkan konten;

Mengolah, membangun, atau menalar gagasan; dan

Mengembangkan produk pembelajaran dan ukuran penilaian.

Tujuan dari pembelajaran berdiferensisasi ini adalah agar siswa di dalam suatu ruang kelas yang memiliki latar belakang kemampuan beragam bisa belajar dengan efektif.

Proses mendiferensiasikan pelajaran dilakukan untuk menjawab kebutuhan, gaya, atau minat belajar dari masing-masing siswa.

Dalam menerapkan pembelajaran Berdiferensiasi, Guru hendaknya mampu menyajikan pembelaajran yang sesuai dengan kebutuhan Siswa. Namun, setiap orang yang terlibat harus mengambil tanggung jawab masing-masing. Guru dan murid harus bekerja sama untuk kesuksesan bersama dan tercapainya tujuan belajar yang sudah ditentukan sebelumnya

Salam Guru penggerak

suber https://sebuahtutorial.com/pembelajaran-berdiferensiasi-di-kelas/